comments 2

Dian Sastro dan pelajaran tentang ‘personal space’

Salah satu teman saya bekerja pada sebuah produk kecantikan yang bintangnya adalah Dian Sastro. Di media sosial, dia membagi tentang Dian yang kehilangan pengikut di Instagram sebanyak 200 ribu akun beberapa saat setelah dia terlihat di instagram storynya menepis tangan seorang pengagum kemudian bergidik geli. Satu komentar berbunyi kurang lebih demikian:

“Diajarin dong mbaknya jangan seperti itu,”.

Saya pun penasaran dan langsung meluncur ke akun instagram gossip yang paling terkenal di tanah air. Sebenarnya akun instagram gossip ini agak menakutkan karena saking terkenalnya saya rasa banyak warga yang menganggap semua hasil unggahan akun ini faktual tanpa celah dan bila dikritisi siap-siaplah menerima umpatan dari penghuninya.

Anywaaaay… setelah melihat cuplikan instagram story akun @therealdisastr, saya langsung komentar di media sosial teman saya, bahwa yang dilakukan Dian wajar. Saya pun akan bergidik begitu bila ada mas-mas yang mencolek saya.

Kemudian teman saya mengoreksi saya, yang mencolek dan menggandeng tangan Dian bukanlah laki-laki melainkan mbak-mbak berjilbab biru. Saya sih bertahan pada posisi saya, laki-laki maupun perempuan tidak boleh sembarangan memegang, mencolek, menarik orang lain, terutama orang yang tidak dikenal.

***

Saya rasa kesadaran orang Indonesia tentang personal space (bahasa indonesianya apa ya? ruang pribadi?) mungkin kurang ditanamkan sejak kecil.

Di sini kalau ada balita yang ketemu bayi saya di tempat umum dan tak tahan ingin menyentuh, membelai atau mencubit, orang tuanya selalu bilang:

“You can say hi, but do not touch!”

Pengalaman ini bukan satu-dua kali saja, mayoritas orang tua menanamkan tentang pentingnya personal space sejak dini: jangan sentuh orang sembarangan.

Sebagai kontras, tahun lalu saat pulang ke tanah air di kereta dari Cirebon menuju Jakarta, saya sempat syok karena bayi saya (waktu itu digendong bukan oleh saya), tiba-tiba sudah dicubiti, dielus dan diciumi oleh satu penumpang.

Penumpang perempuan yang bertampang tak bedosa itu pun kena semprot saya waktu dia mau gendong dan ciumi anak saya lagi. Dia tidak minta maaf dan bilang kalau dia gemas dan sangat berharap bisa segara dikaruniai keturunan juga.

Mendengar alasannya malah saya yang dikasih stink eyes oleh penumpang lainnya. Padahal pelaku dan semua penumpang adalah dewasa tapi penilaian mereka tetap sama: saya berlebihan dan perempuan itu tidak bersalah walaupun dia menyentuhi bayi empat bulan saya tanpa diundang.

Mungkin mereka tidak pernah melihat berita tentang bayi yang tertular virus herpes karena diciumi oleh orang dewasa gemas yang juga tidak bertanggung jawab.

Ketidakpahaman tentang personal space juga dicontohkan oleh sutradara film terbaru yang diperankan oleh Dian Sastro: Hanung B. Mungkin untuk menjaga pangsa pasar filmnya, Hanung merasa harus meminta maaf di instagram atas nama Dian Sastro. Dia berkata atas nama sutradara dia meminta maaf bila aktornya ada yang tidak sopan, dst.

Wah, saya naik pitam juga membaca “permohonan maaf atas nama aktor yang kerja di bawah saya”-nya.

Pertama karena dia merasa berhak menanamkan kata-kata dia kepada orang lain (sekali lagi laki-laki merasa berhak berbicara untuk perempuan, sangat ironis mengingat film yang dia sutradarai untuk Dian Sastro adalah film tentang semangat emansipasi), kedua karena dia sok tahu tentang apa yang orang lain rasakan.

Mungkin Dian sendiri tidak merasa harus meminta maaf setelah personal spacenya dilanggar orang yang tidak dia kenal. Saya pun akan bergidik dan akan berusaha menahan amarah begitu besar bila berada di posisi Dian.

Lihat bagaimana Will Smith menampar orang tidak dikenal yang tiba-tiba mencium pipinya, atau Gigi Hadid yang menampol orang yang katanya “penggemar” ketika mencoba mengangkat tubuh idolanya (padahal pelaku adalah prankster).

Personal space adalah hak setiap orang, bahkan hak selebritis yang mungkin kita rasa dekat dengan kita.

***
Oh iya, beberapa waktu lalu saya juga melihat satu artikel di Coconut Jakarta tentang seorang warga Indonesia yang merasa didiskriminasi petugas keamanan di terminal karena dia menggunakan jilbab.

Setelah saya lihat videonya, petugas perempuan dari Italia itu tampak memuncak amarahnya setelah perempuan Indonesia menyentuhnya ketika dia meminta ditunjukkan aturan tertulis tentang kewajiban pengguna jilbab untuk memperlihatkan kepala dan rambut dalam rangka menjaga keamanan terminal.

Saya sangat tidak setuju dengan diskriminasi tapi saya juga menyayangkan sikap orang yang tidak bisa menghargai hal sedasar personal space.

Bayangkan bila penjual baju di tanah abang, mangga dua, thamrin city yang begitu semangat memanggili kita tiba-tiba mencowel atau menarik tangan kita untuk memaksa kita melihat dagangan mereka? sangat tidak sopan, kan? Jadi, mengapa kita merasa wajar untuk menowel, menarik, mencubit, mencium artis atau anak bayi orang yang tidak kita kenal hanya karena kita gemas?

Blogger Perempuan

2 Comments

Tinggalkan komentar