Berhenti panggil temanmu ‘pedofil’ sebagai guyonan!

Karena satu dan lain hal saya memilih menahan diri untuk mengunggah foto anak saya di jagad maya. Namun, kepada teman dan keluarga tentu saya masih berbagi, agar mereka bisa menyaksikan perkembangan bayi saya dari waktu ke waktu. 

Sudah beberapa bulan saya tidak membagi foto buah hati saya dalam sebuah grup pertemanan. Ketika saya membagi fotonya, seorang teman berkata:

 “Ah cantiknya, ayo main sama om!”. 

Kemudian dibalas oleh teman saya yang lain (laki-laki):

 “Eh jangan dekat-dekat sama (nama teman saya) dia pedofil, hahaha,”.

Saya sebenarnya sangat terganggu dan kesal dengan becandaan macam itu. Saya rasa tidak ada yang lucu dari guyon mengecap pedofil kepada seorang teman.

Hari ini satu lagi saya saksikan seseorang dengan mudahnya bersenda-gurau menggunakan kata itu di akun media sosial. Lebih lagi, dia mengatai teman laki-lakinya sebagai “pedofil loli candy” sebuah grup pedofil kelas internasional yang cabangnya baru saja diciduk di tanah air. 
*** Lanjutkan membaca “Berhenti panggil temanmu ‘pedofil’ sebagai guyonan!”

Propaganda, oh propaganda 

Ada hal yang ramai di dunia maya kemarin. Selain kru La La Land dan Moonlight yang grasa-grusu di atas pentas Oscar, jagad maya sektor tanah air ramai dengan tagar Protes Makan Mayit. 

Setelah melihat media sosial seorang teman, saya menyadari keramaian ini. Saya sudah menjumpai beberapa foto acara Makan Mayit di media sosial seorang artis/aktivis sebelumnya. Saya lumayan terperangah dengan karya sang artis, namun tanggapan saya jauh berbeda dengan beberapa teman saya yang mengemukakan opini di media sosial.

Oleh teman saya (dan kawan-kawannya), pameran dan eksperimen sosial Makan Mayit mereka laporkan ke akun instagram gosip ternama untuk disebarkan kepada masyarakat luas (selanjutnya katanya akan mereka laporkan ke KPAI). Admin sosial media akun gosip langsung mengamini permintaan teman saya dan kawan-kawannya.

Jadilah Makan Mayit ini sebagai buah bibir nasional. Ujungnya sang artis menjadi gentong penampung sumpah serapah pengunjung media sosial akun gosip seperti halnya selebritis yang terus-menurus dibahas kehidupan pribadinya: Mulan Jamilah dan Ayu Ting Ting. 
*** Lanjutkan membaca “Propaganda, oh propaganda “

Women’s March dan pandangan terhadap aborsi

Sabtu, 21/1, kami sekeluarga ikut meramaikan Women’s March Chicago. Berhubung kami lelet, kami berangkat sekitar jam 10. Teman kami yang lain berangkat dari Evanston menuju Grant Park Chicago sejak pukul 8 pagi. 

Di kereta kami bertemu banyak warga yang menuju pusat unjuk rasa, beberapa membawa balita seperti keluarga kami. Lanjutkan membaca “Women’s March dan pandangan terhadap aborsi”

Donasi dan daur ulang baju di Amerika Serikat

Lewat media sosial seorang isteri direktur perusahaan penyedia jasa tiket dalam jaringan (daring) membagikan foto dia mengenakan baju yang dia sebut seharga lima puluh ribu rupiah. Konon netizen jadi ramai karena kepercayaan diri sang ibu muda memamerkan baju murahnya di tengah meluapnya gaya hidup mewah di jagad maya.

Bak semut yang bergotong royong menggiring makanannya ke dalam sarang, media daring seakan berlomba menjadi tercepat memberitakan tentang pernyataan dan kutipan busana si ibu. Tulisan diolah untuk segera dilahap bagi mereka yang melewatkan waktu senggang menggeser jempol di atas layar. Sampai lah ia ke atas ibu jari saya. Lanjutkan membaca “Donasi dan daur ulang baju di Amerika Serikat”

Bayi saya kurang gizi?

Minggu lalu saya dan suami membawa anak kami untuk cek kesehatan bayi (baby well check) bulan ke-15. 

Di Amerika Serikat, baby well check wajib untuk bayi di bulan ke-1, 2, 4, 6, 9, 12, 15, 18 dan di usia dua tahun. Setiap menjelang baby well check, surat untuk bayi dari departemen kesehatan dan asuransi All Kids selalu hadir di kotak pos untuk mengingatkan orang tua agar segera membuat janji bertemu ke kantor dokter anak kami. 

Rutinitas baby well check ini sempat terhenti ketika saya membawa bayi saya kembali ke tanah air. Kami sampai ke tanah air saat bayi saya berusia hampir empat bulan dan kembali ke sini ketika dia berusia sepuluh bulan.

Selama di tanah air, tepatnya di Makassar, saya membawa anak saya ke klinik sesuai dengan jadwal CDC untuk menerima vaksin. Satu kali saya membawa bayi saya ke dokter karena dia pilek. Lanjutkan membaca “Bayi saya kurang gizi?”

Happy Thanksgiving!

Hari ini perdana kami menjadi tuan rumah untuk acara Thanksgiving. Sebenarnya patennya warga Amerika Serikat mengundang temannya yang tidak punya rencana di Thanksgiving, biasanya para pendatang, untuk ke rumah mereka dan makan bersama. Bayangkan kita jadi bule di Indonesia pas lebaran, pasti teman Indonesia mengundang kita ke rumah mereka karena tidak mau kita sendirian, kan. 

Nah, karena anak kami hitungannya warga negara Amerika, jadi masih afdol lah kalau dia mengundang teman-teman kami untuk datang ke rumah merayakan bersama.

Thanksgiving jatuh di hari kamis ketiga bulan November. Thanksgiving di sini mirip lebaran di tanah air tapi konteksnya tidak religius. Program berita menyiarkan tentang arus mudik di bandar udara serta kepadatan lalu lintas layaknya arus mudik lebaran. Pertokoan tutup lebih awal atau libur satu hari penuh. Di hari selanjutnya, Black Friday, warga biasanya belanja kado natal dan chanukah karena biasanya toko memberikan diskon besar-besaran, layaknya diskon jelang lebaran. Lanjutkan membaca “Happy Thanksgiving!”

Trump dan Americanah 

Hari ini untuk pertama kalinya saya mendengar umpatan F dengan penuh kebencian dikumandangkan di dunia nyata. Sudah pasti umpatan F itu sering saya dengarkan di film Hollywood, tapi hari ini perdana seorang di dekat saya mengatakannya. 

Saya berjalan dengan bayi saya di gendongan ketika kami melewati toko kain di dekat rumah kami. Bersandar di dinding, lelaki kaukasian berusia sekitar awal 50-an sedang marah-marah sambil menelepon.

“Let me speak with those f*ing Albanian!” pekik dia.

Energi marah lelaki itu begitu besar sampai-sampai ponselnya terhempas saat dia melangkah di depan saya.

“F***! I F*ING HATE THIS PLACE! WHAT A SH*THOLE!” lanjutnya, sambil memungut ponselnya.

Saya terhentak. Untuk pertama kalinya selama hidup saya di Amerika ada lelaki yang tidak bersikap layak di samping ibu yang menggendong bayinya. Saya ketakutan karena di sepanjang jalan itu hanya ada saya, bayi saya dan si lelaki pengumpat. Saya berjalan dengan lebih cepat sambil berupaya untuk tetap santai, bayi saya memandangi saya, bingung.

Saya merasa tenang ketika saya dapat melihat ada orang di seberang jalan: lelaki kulit hitam sukarelawan penyebrang pedestrian yang sedang berbicara dengan pedestrian, serta karyawan di toko kelontong langganan kami.

Sebelumnya saya merasa was-was karena lelaki pengumpat itu mengucapkan kemarahannya tepat di belakang saya, terus-menerus. Seolah dia memancing reaksi saya, seolah dia menujukan umpatannya untuk saya. Lanjutkan membaca “Trump dan Americanah “

Depresi dan tendensi bunuh diri

Tiga tahun lalu saya menulis skripsi tentang para pasien skizofrenia yang dipasung oleh keluarga mereka sendiri. Pengalaman menuliskan skripsi yang sebelumnya diawali dengan penulisan laporan mendalam seputar undang-undang kesehatan jiwa membuat saya merasa dekat dengan topik ini.

Berdiskusi, menulis dan berbicara tentang masalah kejiwaan adalah satu hal, namun mengalami masalah kejiwaan merupakan hal yang sepenuhnya berbeda. Saya bisa saja mempunyai pengalaman dari hasil observasi saya terhadap narasumber peliputan dan penelitian saya, tapi ketika masalah kesehatan jiwa ini menyenggol kehidupan saya secara langsung apakah saya bisa berpegangan lebih erat terhadap pengetahuan saya daripada awam yang sama sekali tidak terterpa hal serupa?  Lanjutkan membaca “Depresi dan tendensi bunuh diri”